SEMUA KARENA CINTA
Perempuan itu baru saja membuka pintu kamarnya,
ketika pintu kamar sebelah terbuka dan muncul adik perempuannya diikuti
seseorang dibelakangnya. Perempuan itu menghentikan langkahnya, tak jadi masuk
kamar dan menoleh.
“ Ya ampun Aya, kok datang nggak bilang-bilang? “ Antara kaget dan senang, dia
berseru.Sahabatnya tertawa lebar. “ Mau ngagetin aja “
Sang adik ikut tertawa. “ Berhubung orangnya sudah datang, ya sudah pindah kamar deh “
“ Terima kasih ya, Claris, sudah ditemani ngobrol,” kata perempuan berambut pendek itu sambil menghampiri sahabatnya. “ Ayo, Inka, jangan bengong. Sang Ratu sudah datang, sediakan semua cemilan yang ada dikamarmu “
Marinka tertawa kecil, “ Dasar Ratu cemilan “
Keduanya lalu masuk kamar. Marinka mengganti baju kerjanya, sementara sahabatnya langsung duduk ditepi ranjang.
“ Nggak kekantor, Aya? “ Tanya Marinka.
Yang ditanya hanya menggeleng. Wajahnya berubah keruh.
“ Ada masalah? Soal kerjaan atau? “ Sahabatnya bertanya lagi.
“ Soal Henry, Ka,” sahut Soraya pelan. “ Kita putus “
Marinka menghela nafas. Sejak semula dia tak pernah setuju dengan hubungan sahabatnya itu dengan Henry, brondong yang usianya 7 tahun lebih muda dari usia mereka. Menurutnya, Henry tidak benar-benar tulus mencintai Soraya, walaupun sikapnya selalu mesra setiap saat. Soraya adalah perempuan yang sukses dalam karir. Sudah melanglang buana nyaris kesemua Negara didunia. Sudah punya rumah sendiri, mobil bagus dan sangat mandiri. Sedangkan Henry baru saja meniti karir dengan pendapatan yang tentu saja jauh dibawahnya. Belum lagi pada dasarnya laki-laki itu, menurut Marinka, bukanlah laki-laki setia. Marinka bahkan punya sebuah rahasia cerita yang selama ini disimpannya rapat-rapat untuk dirinya sendiri. Tidak sampai hati menceritakannya pada sahabat-sahabatnya, terutama pada Soraya. Dia melihat sahabatnya itu sangat mengagumi Henry yang kalau dilihat secara penampilan, memang menarik. Tinggi besar, putih bersih dan cara bicaranya ramah memikat hati.
“ Sedih banget rasanya, Ka,” lirih suara Soraya. Wajahnya terlihat sangat terluka.
Marinka duduk disamping sahabatnya, memeluknya tanpa kata-kata.
Pada sebuah pesta peringatan hari ulang tahun Direktur perusahaan, Soraya bertemu Henry. Mereka satu perusahaan hanya lain divisi. Saat itu posisi Soraya adalah Manager Divisi Perjalanan Wisata dikantor pusat, sedangkan Henry adalah staf pemasaran untuk divisi lainnya. Mereka tidak berada dalam gedung kantor yang sama. Tapi beberapa kali mereka pernah bertemu, terutama dalam acara yang diadakan untuk semua kantor cabang. Hanya saja saat itu mereka belum pernah bertegur sapa. Soraya sibuk dengan kelompoknya dan Henry juga dengan rekan-rekan satu kantornya. Dan malam itu berbeda, Henry khusus mendatanginya, menawarkan segelas soft drink, pada saat Soraya baru keluar dari toilet dan mencari dimana rekan-rekannya berada, diantara kerumunan pesta.
Sikap Henry yang manis dan ramah, membuat Soraya menoleh. Memperhatikan laki-laki tinggi besar yang tampan itu, dihadapannya. Tubuhnya yang mungil membuatnya seperti liliput berhadapan dengan raksasa. Kali ini raksasanya ramah dan cute. Apalagi senyumnya juga menawan. Maka dia tak menolak ketika laki-laki itu mengangsurkan segelas soft drink kepadanya.
“ Kamu Soraya, kan? Yang dari kantor pusat? “ Suara Henry yang berat, terasa hangat.
“ Panggil Aya saja,” angguk Soraya, membalas dengan senyum termanisnya. Dia sangat suka ketika seorang laki-laki memanggil ‘kamu’ padanya, tanpa embel-embel ‘mbak’.
Obrolan mereka mengalir lancar. Henry tak sungkan meminta nomer hp dan pin BB-nya. Mereka bertukar cerita tentang apa saja. Sejak semula Henry banyak bertanya tentang Soraya, tentang keluarganya, alamat rumahnya, tentang segala hal. Sesekali mengambilkan camilan dari waiter yang lewat yang menawarkan makanan kecil diatas nampan. Soraya tak ingat lagi pada kelompoknya. Dia lebih menikmati ngobrol berdua Henry disudut Function Hall yang tak terlalu ramai. Bahkan tak peduli ketika seorang penyanyi yang lumayan terkenal, menghibur diatas stage. Obrolan keduanya hanya berhenti sejenak ketika acara tiup lilin dan potong kue, kemudian lanjut lagi.
Saat acara usai, Henry mengantar Soraya sampai ke mobilnya, membukakan pintu, mencium pipi kiri dan kanan dengan sopan dan berpesan supaya hati-hati. Dia juga berjanji akan main kerumah Soraya esok hari Minggunya. Perempuan itu menyetir mobilnya dengan hati berbunga-bunga. Tak sabar ingin bercerita, dia segera menelpon sahabatnya, Marinka dan Stephani. Ketiganya conference call bersama. Menyetir sambil menelpon, walaupun dengan hands free, adalah suatu hal yang jarang dilakukan seorang Soraya. Biasanya dia lebih suka menunggu sampai rumah, baru menghubungi sahabat-sahabatnya. Kali itu berbeda.
“ He is so sweet,” kata Soraya dengan nada bahagia.
“ Wow, congrat,” ujar Stephani. “ Hope he is the one, Aya “
“ Eh nanti dulu, tumben pada keburu nafsu sih? “ sergah Marinka protes.
“ Inka jangan Kill Joy deh,” Stephani yang
menyahut.
“ Bukannya gitu, Step….Kan kita sudah janji nggak
akan gegabah menilai seseorang, apalagi cowok,” Marinka membela diri.
“ Sudah-sudah, kenapa pada berantem sih? “ Soraya
menengahi.
“ Maaf “ Seru Stephani dan Marinka berbarengan.
“ Oke deh, sekarang aku pulang dulu dan kita lihat
besok, apa benar itu cowok datang kerumahku,” ujar Soraya lagi.
“ Sip sip,” kata Stephani dengan nada senang.
“ Hati-hati nyetirnya, Aya,” pesan Marinka.
“ Thanks. Bye “ Kata Soraya.
“ Bye “ Sambut kedua temannya.
Malam itu Soraya tidur dengan nyenyak dan bangun
pagi-pagi dengan senyum diwajahnya. Bunda yang tinggal bersamanya, heran
melihat putri bungsunya bangun pagi-pagi dihari Minggu. Sudah itu langsung
beres-beres rumah sambil bernyanyi-nyanyi mengikuti musik dari CD yang
diputarnya. Naluri seorang ibu, ikut merasa senang ketika putri bungsu dari
tujuh bersaudara dan satu-satunya yang belum menikah itu bahagia. Sudah lama
bunda berhenti bertanya, kapan sang putrinya menikah. Bunda tak ingin menambah
beban pikiran putrinya. Juga melarang semua kakaknya menanyakan hal yang sama.
Sedikit menyesali dulu pernah tak menyetujui hubungan putrinya dengan seorang
laki-laki hanya karena beda suku. Tapi sudahlah, mungkin memang belum berjodoh.
Sekitar pukul satu siang, Henry benar-benar muncul,
tanpa telepon atau SMS lebih dulu. Soraya nyaris tak bisa menyembunyikan rasa
senangnya. Henry serius ingin mengenalnya lebih jauh. Dan yang lebih membuatnya
senang adalah, laki-laki itu bisa mengambil hati bundanya. Pembawaannya yang
supel dan humoris, membuat bundanya tampak menyukai laki-laki itu. Apalagi
ketika kakak nomer duanya datang bersama anak laki-laki kembar mereka. Ternyata
Henrypun bisa mengajak mereka bermain dan bercanda.
Is he the one? Batin Soraya bertanya penuh
kebahagiaan. Dia tak lagi memikirkan perbedaan usia mereka yang ternyata
terpaut jauh dan dia baru tahu saat itu. Toh kedewasaan seseorang tak diukur
oleh umur semata.
Begitulah hari-hari bahagia Soraya dimulai.
Beberapa kali jalan bareng Henry, akhirnya laki-laki itu memintanya menjadi
kekasihnya. Tentu saja Soraya setuju. Sudah dua kali diajaknya Henry bertemu
Stephani dan Marinka, tampaknya merekapun tak keberatan. Henry mampu membawa
diri dan akrab dengan mereka, pun dengan teman-teman Soraya lainnya. Lemgkap
sudah kebahagiaan Soraya. Waktu itu Stephani dengan dekat dengan Zoland dan
Marinka masih mempertimbangkan beberapa laki-laki yang mencoba mendekatinya.
Maka waktu untuk bertemu bertiga sangat terbatas. Masing-masing asyik dengan
dunia mereka sendiri. Tapi kontak lewat telepon, SMS dan WA tak pernah putus.
Sampai setahun berlalu tanpa terasa. Makan malam disebuah café romantis menjadi
agenda acara keduanya. Perempuan mana yang hatinya tak bahagia bila
diperlakukan special oleh orang yang dicintainya. Ya, perempuan itu mencintai
Henry sepenuh hati. Setiap hari dilaluinya bersama laki-laki itu. Henry selalu
datang menjemputnya ke kantor pusat naik kendaraan umum, karena memang dia tak
punya kendaraan pribadi, lalu mengantar Soraya pulang, baru dia kembali
kerumahnya dengan kendaraan umum lagi. Bagi Soraya, itu adalah pengorbanan
seorang Henry yang rela menempuh perjalanan dua kali lipat setiap hari demi
bersamanya. Kadang mereka mampir untuk makan malam bersama dulu, kadang makan malam
dirumah Soraya. Dan yang membuat perempuan itu senang, walaupun penghasilan
Henry tentunya jauh dibawahnya, dia tak mau selalu dibayari Soraya. Itu
membuatnya menghargai laki-laki tersebut.Malam itu, setelah merayakan setahun hubungan mereka, seperti biasa Henry mengantar Soraya pulang. Kali itu dia menghentikan mobil agak jauh dari depan rumah Soraya.
“ Aya,” panggil Henry dibalik setir. Menatap Soraya yang sedikit bingung kenapa mereka tak langsung ke rumah saja.
“ Kenapa, Hen? “ Tanya perempuan itu.
“ Aku mau ngomong sesuatu,” kata Henry lagi, serius.
“ Ya ngomong saja,” sahut Soraya. Hatinya mereka-reka, ada apa gerangan.
Laki-laki itu menghela nafas panjang sebelum bicara lagi dengan nada serius. “ Tahun ini aku sudah dualima, Ya dan aku punya pekerjaan, walaupun karirku belum sebagus kamu “
Soraya menunggu dengan hati tambah deg degan.
“ Aku bisa membuat kamu bahagia, Aya,” kata Henry dengan nada yakin. “ Jadi, maukah kamu menerima ini sebagai tanda bahwa aku serius sama kamu dan berharap kita bisa melanjutkan hubungan kita ketahap berikutnya “
Laki-laki itu menyodorkan sebentuk cincin mungil bermata satu dengan wajah sungguh-sungguh. Perempuan itu terpana, takjub dengan apa yang sedang terjadi. Dia lalu mengambil cincin itu dan langsung memakainya dijari manisnya, pas sekali. Wajahnya bersemburat warna bahagia.
“ Aku belum bisa melamarmu, Aya. Karena sebagai orang Timur, itu harus melibatkan seluruh keluarga besar,” kata Henry lagi.
Perempuan itu masih tak bisa berkata apa-apa. Kejutan yang ini saja sudah membuatnya senang. Tak terpikir soal lamaran seperti kata Henry tadi, walaupun selama ini diapun sudah diterima dengan baik dalam keluarga besar Henry, bahkan sangat akrab dengan kakak perempuan Henry, mbak Sisca.
“ Terima kasih, Hen “ Hanya itu yang bisa terucap dari bibirnya.
Setelah itu perempuan itu menerima ciuman terhangat yang pernah dirasakannya. Hatinya melambung bahagia. Sampai pun ketika Henry mengantarnya kerumah, berpamitan pada bundanya dan berlalu, Soraya masih tak juga percaya dengan apa yang sedang dialaminya. Dia masuk kamar tanpa ngobrol dulu dengan bunda yang hanya memandangnya sambil tersenyum maklum, seakan dapat ikut merasakan kebahagiaannya. Dia langsung menghempaskan badannya keatas tempat tidur, mengangkat tangan kirinya memandangi sebentuk cincin yang baru melingkar disitu.
Soraya meraih HP-nya, memotret cincin di jari manisnya, mengunduh langsung ke situs Facebook dengan catatan: Thank you, honey. Kemudian dia menunggu sambil melamun menatap langit-langit kamarnya. Tak lama setelah itu dia melihat tanda merah kecil disudut icon FB, dia tahu telah menerima komentar atas fotonya tadi.
Alyda Yunizar: Boooo….lo dilamar, ye? Selamat yaaaa….kapan niy undangannya?
Stephani Cute: Ayaaaaa……awas kalo nggak up date akyu yhaaaaa
Ginarto Sabdoyo: Bu, udah tunangan toh? Kok nggak ngundang sih?
Selina Purba: Congrat, sista! Kapan Big D Day nya?
Terianna Salim: Cwin, kalo tahun ini barengan ama gue dong….
Termasuk limabelas jempol ‘Like this’ dari yang lainnya. Soraya tertawa. Dia cukup popular disitus itu, apapun yang ditulisnya dikolom status, selalu mendapat komentar yang lucu-lucu. Baginya dan sahabat-sahabatnya, situs sosial yang terkenal itu adalah ajang untuk melepas stress dan bercanda dengan teman-teman dimanapun mereka berada. Lalu diapun menulis komentarnya.
Ratu Soraya Mediana: @all: thanks ya, doain ajah dan buat jempolnya, makasih juga yaaa
Sesaat perempuan itu memandangi layar HP-nya. Ada satu yang kurang, Marinka tak memberi komentar. Mungkin sibuk, pikirnya. Terkadang dia merasa, Inka sedang menjauhinya, atau itu hanya perasaannya saja. Selama ini sahabatnya yang satu itu terkadang sulit ditebak. Bisa beberapa hari menelponnya berturut-turut, mengajaknya makan siang bareng atau ke café tanpa mengajak Stephani untuk bercerita tentang pekerjaan yang membuatnya stress atau tentang client-client-nya bikin pusing. Bukannya tak mau mengajak Stephani, tapi sahabat mereka yang satu itu seringkali nggak nyambung kalau ngobrol soal kerjaan. Maklum Stephani si imut itu mempunyai bisnis toko bunga segar bersama mamanya, jadi tak pernah merasakan bagaimana susahnya jadi pekerja. Namun terkadang juga Marinka menghilang tanpa pesan, tak ada telepon atau WA. Itu artinya dia sedang tenggelam dalam kesibukannya dan Soraya tak mau mengganggu.
Sejak peristiwa cincin itu, hubungan Soraya-Henry makin intens. Foto-foto mesra mereka banyak beredar disitus Facebook. Dan kalau tadinya hanya menjemput sepulang kantor, sekarang Henry kerap datang kerumah Soraya pagi-pagi untuk mengantar perempuan itu ke kantornya. Perempuan itu kemudin mengijinkan kekasihnya membawa mobilnya, untuk kemudian sore harinya menjemput dan pulang kantor bersama-sama. Sebaliknya, Marinka terasa semakin menjauh. Setahu Soraya, sahabatnya itu banyak bertugas keluar kota bahkan keluar pulau Jawa.
***
Hari ini, Soraya menghubungi Claris, adik Marinka yang bilang kalau kakaknya
sedang ada di Jakarta. Perempuan itu memutuskan untuk pulang kantor lebih awal
dan datang ketempat tinggal sahabatnya itu tanpa memberitahu lebih dulu. Karena
duka yang kini menggelayuti pikirannya, membuatnya ingin curhat pada Marinka.
Dia tahu, hanya Marinka yang mampu mengerti isi hatinya.Perempuan itu akhirnya tak bisa menyembunyikan kesedihannya lagi, dia terisak didalam pelukan sahabatnya yang hanya bisa terdiam tanpa berkata apa-apa.
“ Ternyata Henry tak sebaik yang kukira, Ka…” Isaknya. “ Dia punya banyak pacar dimana-mana “
“ Dan selama ini kamu nggak pernah tahu? “ Tanya sahabatnya pelan.
Soraya menggeleng. Menyesali ketidakmampuannya membaca apa yang terjadi sebenarnya. Hatinya tertutup cintanya pada Henry. Dia tak pernah curiga jika seringkali setiap hari Jum’at, seusai mengantarnya pulang, Henry meminjam mobilnya dan baru mengembalikannya hari Sabtu malam atau malah Minggu pagi dengan alasan harus bertemu client. Yang dia tahu hanyalah, dia harus mendukung karir kekasihnya itu. Dengan target berat yang harus dipenuhi, membuat Henry harus selalu mencari prospek sebagai target clientnya yang baru. Meminjamkan mobilnya merupakan salah satu upaya Soraya untuk membantu Henry agar mobilitasnya lebih intens. Siapa yang tahu kalau sebenarnya Henry membawa mobil itu untuk memikat perempuan-perempuan lain dan mengencaninya? Dan rata-rata perempuan-perempuan yang didekatinya adalah yang sudah matang, jauh lebih tua dan memiliki karir yang bagus.
“ Apa bedanya dia dengan gigolo? “ Soraya masih terisak.
“ Maaf ya, Aya” ujar Marinka pelan.
“ Aku yang bodoh, Inka,” ucap Soraya.
“ Bukan itu, Aya,” kata sahabatnya. “ Ada yang harus aku ceritakan dan sudah lama aku pendam sendiri “
Soraya melepas pelukan sahabatnya, menatap dengan tanda tanya. “ Ada apa, Ka? “
“ Janji kamu akan menanggapi ini dengan positif,
Aya? “ Tanya Marinka.
“ Janji,” angguk yang ditanya, cepat.
“ Sebenarnya aku sudah kenal Henry sebelum kamu
memperkenalkannya pada aku dan Step,” ujar Marinka hati-hati “
“ My God, Inka! Kenapa nggak bilang? “ Soraya
membelalakkan matanya masih basah.
Marinka terdiam, memandangi wajah manis sahabatnya
dengan muka muram. “ Karena kamu begitu bahagia bersamanya, Aya “
“ Jadi kamu langsung tahu begitu aku cerita tentang
dia? “ Suara Soraya meninggi.
“ Enggak, Aya,” geleng sahabatnya. “ Tadinya aku
nggak tahu kalau Henry yang kamu ceritakan adalah Henry yang sama yang sudah
aku kenal “
Keduanya terdiam sesaat.
“ Aku baru tahu ketika kamu membawanya untuk ketemu
aku dan Step,” kata Marinka kemudian.
“ Dia pernah naksir kamu juga? “ Cecar Soraya. Dia
tahu, walaupun Marinka tidak secantik dan semuda Stephani, perempuan itu punya
banyak penggemar. Dan dengan kriteria perempuan-perempuan yang dikencani Henry
selama ini, Marinka termasuk didalamnya.
“ Enggak, Aya,” geleng Marinka lagi.
“ Jangan bohong,” sergah Soraya cepat.
“ Kapan aku bohong padamu, Aya? Kamu sahabatku dan
aku sayang banget sama kamu. Bagaimana mungkin aku bohongi kamu? “ Marinka
balik bertanya. Ada kabut dimatanya.
“ Lalu? “ Tanya Soraya lagi.
“ Henry pernah mendekati bu Risma, bosku. Dia
memang mendekatiku untuk mendapat informasi tentang bu Risma,” kata Marinka. “
Beberapa kali datang ke kantorku dan pernah mengajakku makan siang juga “
“ Bu Risma menanggapi? “ Soraya ingin tahu.
“ Enggak,” geleng sahabatnya. “ Biar janda, bu
Risma kan cantik banget begitu. Mana mau dia sama yang model Henry “
“ Lalu? “ Soraya makin penasaran.
Marinka terdiam sejenak. “ Tadinya Henry pikir aku
seumur dengannya, makanya dia biasa saja sama aku. Tapi begitu tahu umurku cuma
setahun dibawah bu Risma, dia mulai berubah “
“ Maksudnya? “ Tanya Soraya tak sabar.
“ Dia mulai menelpon, SMS, WA dan sering tiba-tiba
muncul di kantorku mengajak makan siang,” jelas Marinka.
“ Kamu bilang dia tidak naksir kamu,” ucap Soraya.
Ada nada cemburu didalam suaranya. Walaupun hati kecilnya menyanggah. Dia kenal
Marinka lebih dari seorang sahabat baginya. Dia juga tahu, kalau tidak
istimewa, Marinka tidak akan menceritakan tentang seseorang padanya. Dan selama
ini Marinka tak pernah bercerita tentang seorang Henry.
“ Aya, kamu tahu aku tak suka laki-laki muda,” kata
Marinka. “ Henry tak pernah bilang apa-apa padaku dan selama itu aku
menghindarinya karena aku tidak suka sikapnya yang sok dekat denganku, juga
tangannya yang rajin memegang tanganku atau merangkul pundakku. Aku risih, Ya “
Dua perempuan itu terdiam. Demi persahabatan dan
semua cinta sejati antar sahabat, keduanya tahu, takkan ada yang bisa
meretakkan itu semua. Pertemanan mereka selama ini didasari ketulusan untuk
saling bantu satu sama lain, bukan saling menjatuhkan.
“ Itu sebabnya kamu nggak ikut bahagia waktu Henry
memberiku cincin beberapa bulan lalu,Ka? “ Tanya Soraya beberapa saat kemudian.
“ Ah siapa bilang aku tidak ikut senang? Waktu itu
aku sibuk banget jadi kurang memperhatikan yang lain-lainnya,” sahut Marinka
tersenyum. “ Aku senang kalau akhirnya Henry berubah dan memilihmu sebagai
perempuan pilihannya “
“ Nyatanya dia palsu, Ka” Soraya berkata dengan
nada sedih. “ Aku dapat SMS dari dua perempuan lain yang memberitahu soal siapa
Henry sebenarnya. Lalu banyak bukti-bukti lain seperti SMS di hp Henry yang
akhirnya terpaksa kubuka, padahal aku kan paling anti buka-buka hp orang “
Sahabatnya hanya menatap tanpa berkata apa-apa.
“ Kutanyakan pada Henry, dia nggak ngaku. Tapi
akhirnya tak bisa mengelak lagi waktu diam-diam kuminta salah satu perempuan
yang juga dipacarinya, namanya Diana, datang tiba-tiba pas aku dinner bareng
Henry “ Jelas Soraya panjang lebar. “ Langsung kukembalikan cincinnya saat itu
juga “
“ Hey, cheer up, girl! Lebih baik kamu tahu
sekarang daripada saat kamu sudah menikah dengannya,” Marinka berusaha bersikap
positif.
Agak lama Soraya terdiam, airmatanya mulai
mongering. “ Terus, kita mau makan malam dimana? “ Soraya berusaha tersenyum,
mengalihkan pembicaraan, meski hatinya masih sakit.
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar