Minggu, 24 November 2013

THE WEDDING



Cuaca Jakarta yang tidak menentu saat ini, bisa mendadak panas mendadak hujan, sepetinya tidak terlalu berpengaruh pada ketiga sahabat yang asyik ngobrol di cafe, ditemani capucino dan cemilan. Minggu sore disebuah cafe di Jakarta.
                “ Gaunnya yang ini ajah, Inka, cakep deh,” celoteh Soraya sambil menunjuk kesebuah gambar dalam majalah yang dipegang sahabatnya.
                “ Badanku kan nggak sekurus itu, Ayaaaa....” Protes Inka.
                Stephani terkikik geli, sementara Soraya melotot dengan pandangan gemas.
                “ Tapi ini kan garisnya bisa bikin kelihatan kurus, “ dia nggak mau kalah.
                “ Yowes, aku ajah yang pakai gaun model itu,” kata Stephani.
                “ Idih, malah dia yang mau, “ protes Soraya. “ Nggak cocok, kamu malah kelihatan makin kerempeng nanti “
                Marinka dan Stephani sama-sama tertawa geli. Soraya cemberut, tapi Cuma sebentar, dia sudah biasa lagi dan kembali membuka-buka halaman majalah bertema khusus tentang segala hal yang berbau pernikahan.
                “ She is so lucky,” gumam Soraya. Matanya masih tak lepas pada gambar-gambar majalah ditangannya.
                “ Siapa, Aya? Model itu? “ Tanya Inka sambil tersenyum.
                “ Bukanlah! Belinda...” Sahut yang ditanya.
                “ Karena mendapatkan Rayan? “ Tanya Stephani dengan muka lugu.
                “ Menurut lo? “ Soraya balik bertanya.
                Marinka dan Stephani tertawa bersamaan.
                Sebenarnya membahas masalah pernikahan adalah hal sensitif ditengah mereka. Bukan hal yang tabu sih, hanya saja bisa memicu perdebatan yang kadang tak ada ujung pangkalnya. Tapi kali ini mereka harus membahasnya karena dua minggu lagi Belinda, salah satu teman mereka yang juga kerap ikut ngumpul bersama, akan menikah dengan Rayan, pacarnya sejak dua tahun lalu. Dan yang lebih penting lagi, Belinda meminta ketiganya menjadi pengiring pengantin yang akan dipasangkan dengan sepupu-sepupu Belinda yang kebanyakan laki-laki itu.
                “ Kata Bee, aku bakalan berpasangan sama Tommy, karena tinggi kita setara, “ suara Stephani. “ Tommy itu yang waktu itu nyupirin kita ketempat wedding planner kan yaaaa? “ Tanya Stephani.
                “ Iyah, untung kamu sama Tommy, anaknya masih lugu begitu. Nah aku sama Samuel, udah pecicilan, pakai anting sebelah pula. Jangan-jangan gay....” ujar Soraya.
                “ Hush, enggak lah “ Sergah Marinka. “ Yang kutahu Sam baru putus sama pacarnya...umm..siapa tuh namanya, oh iya....Lisbeth “
                “ Iya, tapi udah putus kaaaan? Siapa tau karena Samuel-nyaaa.....” Soraya senyum-senyum sendiri.
                “ Aya nggak boleh gitu, “ protes Stephani. “ Nanti kalau kamu jatuh cinta sama dia, gimana? “
                “ Betul itu, “ tambah Marinka menimpali. “ Biasanya yang tadinya ogah jadi he eh, yang tadinya benci, jadi cinta “
                “ Kompor deh Inkaaaa....” Soraya tergelak. Stephani dan Marinka ikut tertawa.
                Tawa ketiganya baru berhenti, ketika Belinda datang, dikawal ketiga sepupunya. Stephani langsung nyengir didekati Tommy yang tersenyum malu-malu. Samuel yang justru tanpa malu-malu, duduk disamping Soraya dan mengulurkan tangannya, ngajak salaman. Disambut dengan senyum canggung Soraya. Dan Marinka yang hanya bisa menatap sepupu Belinda yang satu lagi, yang kebetulan memang belum pernah diperkenalkan sebelumnya.
                “ Hai gadis-gadis cantikku,” sapa Belinda sumringah. “ Kenalkan ini Yudha, nanti jadi pasangannya Inka “
                “ Amin, “ celetuk Soraya spontan.
                Kontan yang lain tertawa ramai. Sementara Inka dan Yudha ikut senyum-senyum dengan wajah canggung.
                “ Dan semoga Soraya juga beneran jadi pasanganku nantinya, “ ujar Samuel tak mau kalah. “ Ada amin sodara-sodara? “
                “ Ah elu, in your dream lah, “ sahut Soraya membelalakkan matanya.
                Yang lainnya kembali tertawa.
                Perbincangan sore itu adalah tentang persiapan pernikahan Belinda dan Rayan dan segala tetek bengeknya. Segalanya memang sudah ditangani Wedding Planner, tapi soal gaun pengantin dan pengiring pengantin, Belinda ingin mengurusnya sendiri dibantu trio Marinka, Soraya dan Stephani. Dari cafe, mereka menuju penjahit langganan Belinda untuk fitting, lanjut  makan malam disebuah resto masakan Jepang terkenal.
                Disatu sisi meja, Stephani, Tommy dan Belinda sibuk membahas sesuatu, disisi  lain Samuel terlibat pembicaran seru dengan Soraya. Seru, soalnya yang cowok kebanyakan ngeledek yang cewek, yang cewek nggak mau kalah. Sementara Marinka dan Yudha lebih banyak diam, sesekali senyum-senyum melihat yang lainnya.
                Seorang waitress datang dan membereskan hidangan utama yang sudah habis dimeja dan waitress yang lain membawakan dessert, Ogura ice cream.
                “ Aku mau ke smoking room dulu ya, “ tiba-tiba Yudha berdiri, menoleh sekilas pada Marinka dengan senyum tipisnya dan berlalu.
                Marinka cuma bisa membalas senyum. Yang lain langsung berhenti ngobrol dan melihat kearah Yudha yangberjalan keluar.
                “ Bareng, bro “ Samuel lantas berdiri, diikuti Tommy. Ketiganya lantas pergi.
                “ Are they smokers? “ Tanya Soraya kepada Belinda.
                Yang ditanya nyengir. “ Yudha dan Samuel iya, Tommy enggak “
                Soraya tersenyum kecil.
                “ Kenapa, Aya? Masalah ya? “ Tanya Belinda.
                “ Enggak, selama cowok itu bukan pacar “ Ketiga sahabat itu menyahut berbarengan, lalu tertawa.
                Belinda ikut tertawa. “ Kalian ini! Selalu bikin aku iri! Kalian dan kekompakan kalian, persahabatan kalian “
                “ Kamu juga sahabat kami kan,” Stephani memeluk Belinda dengan manja.
                “ Kamu justru bikin kita iri, karena punya Rayan, “ cetus Soraya. “ Sementara kita-kita belum menemukan yang kita cari “
                “ That’s true, “ tambah Marinka nyengir. “ We just have our L box “
                “ Bener “ sambut Stephani dan Soraya menyetujui.
                Belinda tertawa kecil. Dia sudah cukup lama mengenal ketiga sahabat itu dan berbagai cerita mereka.
                “ But we won’t give up, “ kata Stephani.
                “ Yak,” timpal Soraya.
                “ Idem,” kata Marinka.
                “ That’s what I like about you, girls,” senyum Belinda.
                “ Eh ngomong-ngomong, ice cream jatah tuh cowok-cowok kita abisin ajah kali yeeee,” ujar Soraya.
                Yang lain menyambut dengan tawa. Kemudian keempatnya menikmati dessert dan menutup malam itu dengan hati hangat. Persahabatan memang selalu indah.
*
               
Lagu-lagu romantis yang dibawakan oleh seorang penyanyi yang bersuara lembut, diiringi baby grand piano putih yang berada disebuah Gazebo yang terletak agak disudut taman, membuat suasana sore itu semakin romantis. Tema “Simply White” yang dipilih, membuat segalanya serba putih. Ratusan mawar putih berpadu dengan bunga-bunga lain, pita-pita dan ratusan lilin kecil dan lampu-lampu yang semuanya berwarna putih, menyambut tamu-tamu yang wanitanya bergaun putih atau ada nuansa putihnya, sesuai dengan dress code yang disarankan pada undangan. Sementara para pria memakai jas resmi. Karena tamunya juga hanya sekitar 200 orang, suasananya jadi begitu akrab dan casual. Resepsi pernikahan Belinda dan Rayan memang dibuat untuk orang-orang terdekat saja, bukan resepsi besar-besaran yang kadang mempelainya nggak kenal dengan orang-orang yang datang. Diadakan di  taman luas sebuah villa milik orangtua Rayan, didaerah puncak.
                Ketika wedding singer menyanyikan lagu A Thousand Years milik Christina Perri, perhatian para undangan undangan segera tertuju kearah pintu utama, ketika dua penari balet remaja masuk sambil menari dan menebar helaian mawar putih. Kemudian Belinda masuk digandeng Rayan. Belinda terlihat cantik dengan rambut tergerai dihiasi hiasan rambut bak putri dalam dongeng. Bergaun putih menyapu lantai yang sederhana tapi elegan. Rayan dengan setelan jas putih. Keduanya menebar senyum bahagia kepada para tamu. Dibelakangnya, Stephani, Soraya dan Marinka digandeng pasangan masing-masing, tak kalah cantiknya dan ketiganya bergaun selutut dengan warna broken white dan rambut tergerai dihiasi mahkota dari bunga segar.
                Acara yang dipandu seorang MC yang sudah cukup dikenal sebagai presenter disebuah televisi swasta, mengalir dengan santai dan nggak terlalu formal seperti permintaan kedua mempelai. Seperti biasa, ada acara potong cake pengantin, suap-suapan dan lempar bunga tangan. Dan yang dapat ternyata salah seorang tamu yang kalau dilihat paling-paling umurnya masih 18 atau 19 tahun.
                “ Taelah tuh anak bau kencur malah dapat bunga,” komentar Soraya dengan muka kocak. Ketiga sahabat itu berdiri dekat cake pengantin cantik bersusun tiga.
                “ Tenang, itu gak jamin dia bakalan dapat jodoh secepatnya kok,” tiba-tiba sebuah suara dari arah belakang terdengar. Ketigamya langsung menoleh kearah sumber suara. Ternyata Yudha yang ngomong, sementara Samuel dan Tommy juga ada dekat situ sambil senyum-senyum.
                “ Aku bersedia berhenti merokok, if you ask me to,” kata Yudha lagi, sambil matanya menatap Soraya dalam-dalam, mengulurkan tangannya.
                “ Oh, jleb,” cetus Samuel sambil bergaya pura-pura dadanya tertusuk sesuatu, lantas tersenyum lebar, mengedipkan sebelah matanya kearah Soraya.
                Melihat adegan itu, Marinka dan Stephani kontan memandangi Soraya yang terlihat salah tingkah dengan pipi memerah. Keduanya tergelak. Jadi?
                Wedding singer menyanyikan lagunya Shania Twain, From This Moment, Kedua mempelai berdansa ditengah taman yang dilapisi karpet merah dengan hamparan white rose petal. Disusul beberapa pasangan ikut berdansa.
                “ Will you...” Yudha berkata lagi, tangannya masih terulur pada Soraya.
                Setengah ragu Soraya menyambut. Keduanyapun menuju ke tengah taman, berdansa. Diiringi tatapan kedua sahabatnya yang tersenyum melihat adegan diluar dugaan itu.
                “ Sudahlah my baby, biarkan mereka bahagia. Ikutan slow dance ajah yuk,” Samuel memeluk pinggang Marinka dengan ringan, seolah tanpa beban dan membawanya ketengah. Marinka tak menolak.
                Tinggal Stephanio dan Tommy saling pandang. Seperti biasa Tommy terlihat canggung dan malu-malu.
                “ Sudahlah,” Stephani menarik tangan Tommy. Keduanya menyusul berdansa.
                Langit malam yang cerah dihiasi bintang-bintang bertaburan dengan cantiknya, seakan ikut memeriahkan hari bahagia itu. Dan ternyata bukan hanya kedua mempelai yang menikmati kebahagiaan dimalam yang romantis itu. Selesai pesta, ketika para tamu satu persatu meninggalkan pesta, Soraya duduk berdua Yudha disudut taman. Keduanya tampak ngobrol dengan asyiknya. Sesekali Soraya menyibak rambut tebal ikalnya, sementara mata Yudha lekat menatapnya. Sesekali keduanya tertawa lepas.
                Dari sudut yang lain Marinka memperhatikan.
                “ Kamu nggak cemburu, Sam?” Tanya Marinka dengan nada menggoda, pada Samuel yang juga sedang menatap kearah pasangan Soraya-Yudha.
                :” Nope! Kamu? “ Balas yang ditanya sambil nyengir.
                “ Enggak lah, malah seneng kalo sahabat lagi seneng, “ sahut Marinka tersenyum.
                “ In fact, he’s jelous on me,” cetus Samuel kemudian terbahak.
                Marinka menatap penuh senyum. “ Really? “
                “ Yudha pikir aku naksir Soraya,” kata Samuel disela tawanya.
                “ Dan kamu sebenarnya enggak? “ Tanya Marinka setengah menggoda. “ Dua minggu lebih kita banyak sama-sama karena nyiapin pesta Belinda. Kulihat kalian akrab sekali “
                “ Umm...” Samuel menggaruk kepalanya. “ Bukan masalah naksir, Ka. Soraya itu lucu, kalo digodain gak mau kalah jadi aku suka godainnya ajah. Lain sama kamu dan Stephani yang senyum-senyum doang “
                Marinka tersenyum.
                “ Aku baru putus, Ka. Masih dalam masa berkabung, “ Samuel mengusap leher belakangnya, matanya lalu menatap kearah lain.
                Marinka masih tersenyum.
                Jadi laki-laki juga bisa berkabung karena broken heart? Masalah hati memang bukan monopoli perempuan saja. Kalau patah atau retak, urusannya panjang. Bahkan untuk laki-laki seperti Samuel yang terlihat seenaknya, easy going dan sepertinya nggak pedulian. Masalah hati memang tak bisa diduga.
*
                Stephani sibuk menikmati semangkuk mie ayam dihadapnnya dengan lahap. Marinka malah sudah selesai daritadi, kini sibuk melamun, entah mikir apa.
                Tiba-tiba sosok semampai memakai setelan abu-abu dengan blus biru bergaris merah yang cerah, datang menghampiri dan menyapa dengan suara khasnya.
                “ Maaf ya ciiiin....telat nih “ Soraya langsung memeluk satu per satu sahabat-sahabatnya.
                “ Iya deh maklum kalo lagi jatuh cinta, teman jadi nomer sekian,” ledek Marinka.
                “ Boleh bilang cie cie nggak? “ Stephani pasang muka polos.
                “ Ga boleh, “ sahut Soraya tersenyum lebar. Lalu duduk dan melambaikan tangannya pada seorang waitress yang berdiri tak jauh dari situ.               “ Mie ayam panggang satu ya mbak, sama teh es tawar, “ ujarnya.
                “ So? “ Marinka menatap sahabatnya itu dengan tatapan menggoda.
                Ini pertemuan pertama mereka sejak pesta Belinda seminggu yang lalu. Ketiga sahabat belum pernah ketemuan lagi, hanya komunikasi via bbm saja dan tampaknya hubungan Soraya dengan Yudha berlanjut.
                Soraya tersenyum, manis sekali. Ada binar-binar bahagia dimatanya. Sepertinya tanpa harus diperjelas dengan kata-kata, suasana hatinya jelas terlihat. Jatuh cinta memang menbuat senyum menjadi lebih sumringah, membuat pipi selalu bersemu merah dan mata yang memancarkan rasa bahagia.
                “ Boleh bilang cie cie nggak? “ Stephani masih memasang tampang polosnya, tapi kali ini ditambah cengiran khasnya.
                Soraya dan Marinka kontan tergelak. Soraya mengulurkan tangannya memeluk Stephani. Yang dipeluk terpekik kaget karena membuat kacamatanya melorot. Dia segera membetulkannya.
                “ Salahmu pakai kacamata segala, gaya-gayaan “ Soraya mencubit gemas pipi sahabatnya.
                “ Biar kelihatan pinter, “ Stephani nyengir lagi.
                “ Dasar,” Soraya mencibir.
                “ Is he the one? “ Marinka bertanya, penasaran. Matanya menatap sahabatnya sambil senyum-senyum.
                “ Dunno yet, but sure I hope he’s the one,” sahut yang ditanya, balas menatap. Nadanya terdengar cukup mantap, tak terdengar ragu.
                Stephani menatap Soraya dalam-dalam, “ Boleh bilang....”
                “ Stephani! “ Soraya dan Marinka berteriak kecil bersamaan.
                Ketiganya tertawa tergelak-gelak.
                “ Boleh deh boleh, “ akhirnya Soraya menyerah sambil mengacak-acak rambut Stephani yang dibalas dengan cemberut manja yang punya rambut.
                “ Cie cie cieeeee,” ujar Stephani sambil membetulkan rambutnya, dengan nada cuek.
                “ Kamu enggak jadian sama Tommy? “ Tanya Soraya pada Stephani.
                “ Sama aja dengan pertanyaan ke Inka, kamu gak jadian sama Samuel? “ Stephani nyengir. “ Apa semua orang harus punya cerita yang sama? Hanya karena kita bertiga bersahabat dan jadi pengiring pengantin sama-sama? “
                Soraya tertegun sejenak. “ Kamu nggak suka aku jadian sama Yudha? “ Tanyanya pelan.
                Marinka ikut melihat kearah Stephani yang masik sibuk memegang-megang rambutnya.
                “ Seneng, suka, nggak masalah,” sahut yang ditanya masih dengan wajah polosnya.
                “ Terus? “ Desak Soraya.
                “ Enggak ada terusannya, “ sahut Stephani ringan.
                “ Hmm....kamu juga suka sama Yudha? “ Tebak Marinka dengan suara lembut.
                Walaupun berusaha disembunyikan, ada sedikit kilatan dimata Stephani yang tertangkap oleh kedua sahabatnya.
                “ Ouch, “ Soraya menghempaskan dirinya kesofa. “ I wish I knew it earlier...”
                “ Enggak...enggak...enggak begitu...” Stephani meraih tangan Soraya. “ Jangan salah paham. Postur Yudha mirip Zoland walaupun wajahnya enggak sama sekali, “ katanya berusaha menjelaskan.
                “ Sure? Cuma karena itu? “ Desak Soraya menatap tajam.
                “ He eh,” angguk Stephani cepat, tanpa ragu.
                “ Dia jujur,” uicap Marinka. Diantara ketiganya Marinka memang yang paling sensitif dalam membaca situasi dan body language orang lain.
                “ Syukurlah “ Ada kelegaan dalam nada bicara Soraya.
                Bagaimanapun mereka bertiga pernah berikrar bahwa cinta takkan merusak persahabat mereka. Jadi tidak ada ganjalan diantara mereka, semuanya harus dibicaran secara jujur dan terbuka.
                “ Tentu saja aku jujur,” ujar Stephani tertawa kecil. “ Dari belakang Yudha terlihat seperti Zoland, tapi dari depan ya enggak sama sekali “
                Soraya terseyum.
                “ Kamu ternyata nggak bisa lupain Zoland ya adek kecil? “ Tanya Marinka penuh senyum.
                “ Nggak akan, nggak mau,” sahut yang ditanya.
                “ Dia memang paling kekeuh kalo soal ginian, “ timpal Soraya. “Emangnya kita, bisa noleh ke yang lain selama itu belum sreg banget,” tambahnya.
                “ Idih kita, kamu ajah kali,” protes Marinka kalem penuh senyum.
                Ketiganya kembali tergelak.
                Pesanan Soraya datang dan Stephani langsung mmencomot sepotong ayam panggang dari mangkok dengan supitnya, tak peduli Soraya melotot.
Pembicaraan malam itu berlanjut membahas tentang sosok bernama Yudha yang ternyata sejak semula naksir Soraya dan berharap dia yang berpasangan dengan Soraya, bukan Samuel. Dan kenapa dia jadi begitu pendiam saat Samuel selalu bercanda dengan Soraya. Dia takut sepupunya itu juga naksir Soraya. Ternyata Samuel yang kenal pribadi Yudha yang sebenarnya, dapat merasakan kekhawatiran itu dan akhirnya mereka ngobrol terbuka tentang hal itu. Samuel juga yang memberitahu Yudha bahwa Soraya tidak suka cowok perokok. Yang mengagetkan adalah, Yudha serius berhenti merokok demi bisa mendekati Soraya.
“ Dia serius ya? “ Tanya Marinka menatap sahabatnya.
“ Iya,” sahut Soraya balas menatap.
“ Bagus. Sudah saatnya,” ujar Marinka. “ Ikut seneng dengernya “
“ Hayaaah bakalan jadi pengiring pengantin lagi ini judulnya,” Stephani memajukan bibir tipisnya, membuat wajahnya menjadi lucu, membuat sahabat-sahabatnya tertawa melihatnya.
“ Nggak secepat itu juga kali,” kata Soraya.
“ Nunggu apa lagi sih? “ Tanya Stephani.
“ Ya nunggu dilamar lah, masa mau nikah sendirian nggak ada pengantin prianya? “ Sahut Soraya sambil tergelak. Marinka ikut tertawa.
“ Iya juga ya,” Stephani tertawa sambil menepuk kepalanya sendiri.
“ Aku beruntung mempunyai kalian,” kata Soraya sungguh-sungguh.
“ So pasti itu,” sambut Stephani, nyengir.
“ Kita ikut bahagia kalo salah satu dari kita bahagia, ikut sedih kalo salah satu dari kita sedih,” tambah Marinka.
Persahabat mereka memang indah. Seperti kasih yang tak berjarak dan berbatas. Sudah pasti ada cinta didalamnya, cinta yang tulus dan tidak memikirkan diri sendiri. Mengetahui ada orang lain yang mau susah dan senang bersama kita, membuat hidup ini lebih indah dan nyaman untuk dijalani. Meskipun waktu yang berjalan akan membawa segala perubahan kearah yang tidak pernah pasti dan tidak pernah bisa diprediksi dengan tepat. Cinta dan kasih membuat segala yang sulit menjadi lebih mudah.
***


(Ras Al Khaimah, Nov 2013)