Cuaca Jakarta yang tidak menentu saat ini, bisa mendadak
panas mendadak hujan, sepetinya tidak terlalu berpengaruh pada ketiga sahabat
yang asyik ngobrol di cafe, ditemani capucino dan cemilan. Minggu sore disebuah
cafe di Jakarta.
“
Gaunnya yang ini ajah, Inka, cakep deh,” celoteh Soraya sambil menunjuk
kesebuah gambar dalam majalah yang dipegang sahabatnya.
“
Badanku kan nggak sekurus itu, Ayaaaa....” Protes Inka.
Stephani
terkikik geli, sementara Soraya melotot dengan pandangan gemas.
“ Tapi
ini kan garisnya bisa bikin kelihatan kurus, “ dia nggak mau kalah.
“
Yowes, aku ajah yang pakai gaun model itu,” kata Stephani.
“ Idih,
malah dia yang mau, “ protes Soraya. “ Nggak cocok, kamu malah kelihatan makin
kerempeng nanti “
Marinka
dan Stephani sama-sama tertawa geli. Soraya cemberut, tapi Cuma sebentar, dia
sudah biasa lagi dan kembali membuka-buka halaman majalah bertema khusus
tentang segala hal yang berbau pernikahan.
“ She
is so lucky,” gumam Soraya. Matanya masih tak lepas pada gambar-gambar majalah
ditangannya.
“
Siapa, Aya? Model itu? “ Tanya Inka sambil tersenyum.
“ Bukanlah!
Belinda...” Sahut yang ditanya.
“
Karena mendapatkan Rayan? “ Tanya Stephani dengan muka lugu.
“
Menurut lo? “ Soraya balik bertanya.
Marinka
dan Stephani tertawa bersamaan.
Sebenarnya
membahas masalah pernikahan adalah hal sensitif ditengah mereka. Bukan hal yang
tabu sih, hanya saja bisa memicu perdebatan yang kadang tak ada ujung
pangkalnya. Tapi kali ini mereka harus membahasnya karena dua minggu lagi
Belinda, salah satu teman mereka yang juga kerap ikut ngumpul bersama, akan
menikah dengan Rayan, pacarnya sejak dua tahun lalu. Dan yang lebih penting
lagi, Belinda meminta ketiganya menjadi pengiring pengantin yang akan
dipasangkan dengan sepupu-sepupu Belinda yang kebanyakan laki-laki itu.
“ Kata
Bee, aku bakalan berpasangan sama Tommy, karena tinggi kita setara, “ suara
Stephani. “ Tommy itu yang waktu itu nyupirin kita ketempat wedding planner kan
yaaaa? “ Tanya Stephani.
“ Iyah,
untung kamu sama Tommy, anaknya masih lugu begitu. Nah aku sama Samuel, udah
pecicilan, pakai anting sebelah pula. Jangan-jangan gay....” ujar Soraya.
“ Hush,
enggak lah “ Sergah Marinka. “ Yang kutahu Sam baru putus sama
pacarnya...umm..siapa tuh namanya, oh iya....Lisbeth “
“ Iya,
tapi udah putus kaaaan? Siapa tau karena Samuel-nyaaa.....” Soraya
senyum-senyum sendiri.
“ Aya
nggak boleh gitu, “ protes Stephani. “ Nanti kalau kamu jatuh cinta sama dia,
gimana? “
“ Betul
itu, “ tambah Marinka menimpali. “ Biasanya yang tadinya ogah jadi he eh, yang
tadinya benci, jadi cinta “
“
Kompor deh Inkaaaa....” Soraya tergelak. Stephani dan Marinka ikut tertawa.
Tawa
ketiganya baru berhenti, ketika Belinda datang, dikawal ketiga sepupunya.
Stephani langsung nyengir didekati Tommy yang tersenyum malu-malu. Samuel yang
justru tanpa malu-malu, duduk disamping Soraya dan mengulurkan tangannya,
ngajak salaman. Disambut dengan senyum canggung Soraya. Dan Marinka yang hanya
bisa menatap sepupu Belinda yang satu lagi, yang kebetulan memang belum pernah
diperkenalkan sebelumnya.
“ Hai
gadis-gadis cantikku,” sapa Belinda sumringah. “ Kenalkan ini Yudha, nanti jadi
pasangannya Inka “
“ Amin,
“ celetuk Soraya spontan.
Kontan
yang lain tertawa ramai. Sementara Inka dan Yudha ikut senyum-senyum dengan
wajah canggung.
“ Dan
semoga Soraya juga beneran jadi pasanganku nantinya, “ ujar Samuel tak mau
kalah. “ Ada amin sodara-sodara? “
“ Ah
elu, in your dream lah, “ sahut Soraya membelalakkan matanya.
Yang
lainnya kembali tertawa.
Perbincangan
sore itu adalah tentang persiapan pernikahan Belinda dan Rayan dan segala tetek
bengeknya. Segalanya memang sudah ditangani Wedding Planner, tapi soal gaun
pengantin dan pengiring pengantin, Belinda ingin mengurusnya sendiri dibantu
trio Marinka, Soraya dan Stephani. Dari cafe, mereka menuju penjahit langganan
Belinda untuk fitting, lanjut makan
malam disebuah resto masakan Jepang terkenal.
Disatu
sisi meja, Stephani, Tommy dan Belinda sibuk membahas sesuatu, disisi lain Samuel terlibat pembicaran seru dengan
Soraya. Seru, soalnya yang cowok kebanyakan ngeledek yang cewek, yang cewek
nggak mau kalah. Sementara Marinka dan Yudha lebih banyak diam, sesekali
senyum-senyum melihat yang lainnya.
Seorang
waitress datang dan membereskan hidangan utama yang sudah habis dimeja dan
waitress yang lain membawakan dessert, Ogura ice cream.
“ Aku
mau ke smoking room dulu ya, “ tiba-tiba Yudha berdiri, menoleh sekilas pada
Marinka dengan senyum tipisnya dan berlalu.
Marinka
cuma bisa membalas senyum. Yang lain langsung berhenti ngobrol dan melihat
kearah Yudha yangberjalan keluar.
“
Bareng, bro “ Samuel lantas berdiri, diikuti Tommy. Ketiganya lantas pergi.
“ Are
they smokers? “ Tanya Soraya kepada Belinda.
Yang
ditanya nyengir. “ Yudha dan Samuel iya, Tommy enggak “
Soraya
tersenyum kecil.
“
Kenapa, Aya? Masalah ya? “ Tanya Belinda.
“
Enggak, selama cowok itu bukan pacar “ Ketiga sahabat itu menyahut berbarengan,
lalu tertawa.
Belinda
ikut tertawa. “ Kalian ini! Selalu bikin aku iri! Kalian dan kekompakan kalian,
persahabatan kalian “
“ Kamu
juga sahabat kami kan,” Stephani memeluk Belinda dengan manja.
“ Kamu
justru bikin kita iri, karena punya Rayan, “ cetus Soraya. “ Sementara
kita-kita belum menemukan yang kita cari “
“
That’s true, “ tambah Marinka nyengir. “ We just have our L box “
“ Bener
“ sambut Stephani dan Soraya menyetujui.
Belinda
tertawa kecil. Dia sudah cukup lama mengenal ketiga sahabat itu dan berbagai
cerita mereka.
“ But
we won’t give up, “ kata Stephani.
“ Yak,”
timpal Soraya.
“
Idem,” kata Marinka.
“
That’s what I like about you, girls,” senyum Belinda.
“ Eh
ngomong-ngomong, ice cream jatah tuh cowok-cowok kita abisin ajah kali yeeee,”
ujar Soraya.
Yang
lain menyambut dengan tawa. Kemudian keempatnya menikmati dessert dan menutup
malam itu dengan hati hangat. Persahabatan memang selalu indah.
*
Lagu-lagu romantis yang dibawakan
oleh seorang penyanyi yang bersuara lembut, diiringi baby grand piano putih
yang berada disebuah Gazebo yang terletak agak disudut taman, membuat suasana
sore itu semakin romantis. Tema “Simply White” yang dipilih, membuat segalanya
serba putih. Ratusan mawar putih berpadu dengan bunga-bunga lain, pita-pita dan
ratusan lilin kecil dan lampu-lampu yang semuanya berwarna putih, menyambut
tamu-tamu yang wanitanya bergaun putih atau ada nuansa putihnya, sesuai dengan
dress code yang disarankan pada undangan. Sementara para pria memakai jas resmi.
Karena tamunya juga hanya sekitar 200 orang, suasananya jadi begitu akrab dan
casual. Resepsi pernikahan Belinda dan Rayan memang dibuat untuk orang-orang
terdekat saja, bukan resepsi besar-besaran yang kadang mempelainya nggak kenal
dengan orang-orang yang datang. Diadakan di
taman luas sebuah villa milik orangtua Rayan, didaerah puncak.
Ketika
wedding singer menyanyikan lagu A Thousand Years milik Christina Perri,
perhatian para undangan undangan segera tertuju kearah pintu utama, ketika dua
penari balet remaja masuk sambil menari dan menebar helaian mawar putih.
Kemudian Belinda masuk digandeng Rayan. Belinda terlihat cantik dengan rambut
tergerai dihiasi hiasan rambut bak putri dalam dongeng. Bergaun putih menyapu
lantai yang sederhana tapi elegan. Rayan dengan setelan jas putih. Keduanya
menebar senyum bahagia kepada para tamu. Dibelakangnya, Stephani, Soraya dan
Marinka digandeng pasangan masing-masing, tak kalah cantiknya dan ketiganya
bergaun selutut dengan warna broken white dan rambut tergerai dihiasi mahkota
dari bunga segar.
Acara
yang dipandu seorang MC yang sudah cukup dikenal sebagai presenter disebuah
televisi swasta, mengalir dengan santai dan nggak terlalu formal seperti
permintaan kedua mempelai. Seperti biasa, ada acara potong cake pengantin,
suap-suapan dan lempar bunga tangan. Dan yang dapat ternyata salah seorang tamu
yang kalau dilihat paling-paling umurnya masih 18 atau 19 tahun.
“
Taelah tuh anak bau kencur malah dapat bunga,” komentar Soraya dengan muka
kocak. Ketiga sahabat itu berdiri dekat cake pengantin cantik bersusun tiga.
“
Tenang, itu gak jamin dia bakalan dapat jodoh secepatnya kok,” tiba-tiba sebuah
suara dari arah belakang terdengar. Ketigamya langsung menoleh kearah sumber
suara. Ternyata Yudha yang ngomong, sementara Samuel dan Tommy juga ada dekat
situ sambil senyum-senyum.
“ Aku
bersedia berhenti merokok, if you ask me to,” kata Yudha lagi, sambil matanya
menatap Soraya dalam-dalam, mengulurkan tangannya.
“ Oh,
jleb,” cetus Samuel sambil bergaya pura-pura dadanya tertusuk sesuatu, lantas
tersenyum lebar, mengedipkan sebelah matanya kearah Soraya.
Melihat
adegan itu, Marinka dan Stephani kontan memandangi Soraya yang terlihat salah
tingkah dengan pipi memerah. Keduanya tergelak. Jadi?
Wedding
singer menyanyikan lagunya Shania Twain, From This Moment, Kedua mempelai
berdansa ditengah taman yang dilapisi karpet merah dengan hamparan white rose
petal. Disusul beberapa pasangan ikut berdansa.
“ Will
you...” Yudha berkata lagi, tangannya masih terulur pada Soraya.
Setengah
ragu Soraya menyambut. Keduanyapun menuju ke tengah taman, berdansa. Diiringi
tatapan kedua sahabatnya yang tersenyum melihat adegan diluar dugaan itu.
“
Sudahlah my baby, biarkan mereka bahagia. Ikutan slow dance ajah yuk,” Samuel
memeluk pinggang Marinka dengan ringan, seolah tanpa beban dan membawanya
ketengah. Marinka tak menolak.
Tinggal
Stephanio dan Tommy saling pandang. Seperti biasa Tommy terlihat canggung dan
malu-malu.
“
Sudahlah,” Stephani menarik tangan Tommy. Keduanya menyusul berdansa.
Langit
malam yang cerah dihiasi bintang-bintang bertaburan dengan cantiknya, seakan
ikut memeriahkan hari bahagia itu. Dan ternyata bukan hanya kedua mempelai yang
menikmati kebahagiaan dimalam yang romantis itu. Selesai pesta, ketika para
tamu satu persatu meninggalkan pesta, Soraya duduk berdua Yudha disudut taman.
Keduanya tampak ngobrol dengan asyiknya. Sesekali Soraya menyibak rambut tebal
ikalnya, sementara mata Yudha lekat menatapnya. Sesekali keduanya tertawa
lepas.
Dari
sudut yang lain Marinka memperhatikan.
“ Kamu
nggak cemburu, Sam?” Tanya Marinka dengan nada menggoda, pada Samuel yang juga
sedang menatap kearah pasangan Soraya-Yudha.
:”
Nope! Kamu? “ Balas yang ditanya sambil nyengir.
“
Enggak lah, malah seneng kalo sahabat lagi seneng, “ sahut Marinka tersenyum.
“ In
fact, he’s jelous on me,” cetus Samuel kemudian terbahak.
Marinka
menatap penuh senyum. “ Really? “
“ Yudha
pikir aku naksir Soraya,” kata Samuel disela tawanya.
“ Dan
kamu sebenarnya enggak? “ Tanya Marinka setengah menggoda. “ Dua minggu lebih
kita banyak sama-sama karena nyiapin pesta Belinda. Kulihat kalian akrab sekali
“
“
Umm...” Samuel menggaruk kepalanya. “ Bukan masalah naksir, Ka. Soraya itu lucu,
kalo digodain gak mau kalah jadi aku suka godainnya ajah. Lain sama kamu dan
Stephani yang senyum-senyum doang “
Marinka
tersenyum.
“ Aku
baru putus, Ka. Masih dalam masa berkabung, “ Samuel mengusap leher
belakangnya, matanya lalu menatap kearah lain.
Marinka
masih tersenyum.
Jadi
laki-laki juga bisa berkabung karena broken heart? Masalah hati memang bukan
monopoli perempuan saja. Kalau patah atau retak, urusannya panjang. Bahkan untuk
laki-laki seperti Samuel yang terlihat seenaknya, easy going dan sepertinya
nggak pedulian. Masalah hati memang tak bisa diduga.
*
Stephani
sibuk menikmati semangkuk mie ayam dihadapnnya dengan lahap. Marinka malah
sudah selesai daritadi, kini sibuk melamun, entah mikir apa.
Tiba-tiba
sosok semampai memakai setelan abu-abu dengan blus biru bergaris merah yang
cerah, datang menghampiri dan menyapa dengan suara khasnya.
“ Maaf
ya ciiiin....telat nih “ Soraya langsung memeluk satu per satu sahabat-sahabatnya.
“ Iya
deh maklum kalo lagi jatuh cinta, teman jadi nomer sekian,” ledek Marinka.
“ Boleh
bilang cie cie nggak? “ Stephani pasang muka polos.
“ Ga
boleh, “ sahut Soraya tersenyum lebar. Lalu duduk dan melambaikan tangannya
pada seorang waitress yang berdiri tak jauh dari situ. “ Mie ayam panggang satu ya mbak, sama teh es tawar, “
ujarnya.
“ So? “
Marinka menatap sahabatnya itu dengan tatapan menggoda.
Ini
pertemuan pertama mereka sejak pesta Belinda seminggu yang lalu. Ketiga sahabat
belum pernah ketemuan lagi, hanya komunikasi via bbm saja dan tampaknya
hubungan Soraya dengan Yudha berlanjut.
Soraya
tersenyum, manis sekali. Ada binar-binar bahagia dimatanya. Sepertinya tanpa
harus diperjelas dengan kata-kata, suasana hatinya jelas terlihat. Jatuh cinta
memang menbuat senyum menjadi lebih sumringah, membuat pipi selalu bersemu
merah dan mata yang memancarkan rasa bahagia.
“ Boleh
bilang cie cie nggak? “ Stephani masih memasang tampang polosnya, tapi kali ini
ditambah cengiran khasnya.
Soraya
dan Marinka kontan tergelak. Soraya mengulurkan tangannya memeluk Stephani.
Yang dipeluk terpekik kaget karena membuat kacamatanya melorot. Dia segera
membetulkannya.
“
Salahmu pakai kacamata segala, gaya-gayaan “ Soraya mencubit gemas pipi
sahabatnya.
“ Biar
kelihatan pinter, “ Stephani nyengir lagi.
“
Dasar,” Soraya mencibir.
“ Is he
the one? “ Marinka bertanya, penasaran. Matanya menatap sahabatnya sambil
senyum-senyum.
“ Dunno
yet, but sure I hope he’s the one,” sahut yang ditanya, balas menatap. Nadanya
terdengar cukup mantap, tak terdengar ragu.
Stephani
menatap Soraya dalam-dalam, “ Boleh bilang....”
“
Stephani! “ Soraya dan Marinka berteriak kecil bersamaan.
Ketiganya
tertawa tergelak-gelak.
“ Boleh
deh boleh, “ akhirnya Soraya menyerah sambil mengacak-acak rambut Stephani yang
dibalas dengan cemberut manja yang punya rambut.
“ Cie
cie cieeeee,” ujar Stephani sambil membetulkan rambutnya, dengan nada cuek.
“ Kamu
enggak jadian sama Tommy? “ Tanya Soraya pada Stephani.
“ Sama
aja dengan pertanyaan ke Inka, kamu gak jadian sama Samuel? “ Stephani nyengir.
“ Apa semua orang harus punya cerita yang sama? Hanya karena kita bertiga
bersahabat dan jadi pengiring pengantin sama-sama? “
Soraya
tertegun sejenak. “ Kamu nggak suka aku jadian sama Yudha? “ Tanyanya pelan.
Marinka
ikut melihat kearah Stephani yang masik sibuk memegang-megang rambutnya.
“
Seneng, suka, nggak masalah,” sahut yang ditanya masih dengan wajah polosnya.
“
Terus? “ Desak Soraya.
“
Enggak ada terusannya, “ sahut Stephani ringan.
“
Hmm....kamu juga suka sama Yudha? “ Tebak Marinka dengan suara lembut.
Walaupun
berusaha disembunyikan, ada sedikit kilatan dimata Stephani yang tertangkap
oleh kedua sahabatnya.
“ Ouch,
“ Soraya menghempaskan dirinya kesofa. “ I wish I knew it earlier...”
“
Enggak...enggak...enggak begitu...” Stephani meraih tangan Soraya. “ Jangan
salah paham. Postur Yudha mirip Zoland walaupun wajahnya enggak sama sekali, “
katanya berusaha menjelaskan.
“ Sure?
Cuma karena itu? “ Desak Soraya menatap tajam.
“ He
eh,” angguk Stephani cepat, tanpa ragu.
“ Dia
jujur,” uicap Marinka. Diantara ketiganya Marinka memang yang paling sensitif
dalam membaca situasi dan body language orang lain.
“
Syukurlah “ Ada kelegaan dalam nada bicara Soraya.
Bagaimanapun
mereka bertiga pernah berikrar bahwa cinta takkan merusak persahabat mereka.
Jadi tidak ada ganjalan diantara mereka, semuanya harus dibicaran secara jujur
dan terbuka.
“ Tentu
saja aku jujur,” ujar Stephani tertawa kecil. “ Dari belakang Yudha terlihat
seperti Zoland, tapi dari depan ya enggak sama sekali “
Soraya
terseyum.
“ Kamu
ternyata nggak bisa lupain Zoland ya adek kecil? “ Tanya Marinka penuh senyum.
“ Nggak
akan, nggak mau,” sahut yang ditanya.
“ Dia
memang paling kekeuh kalo soal ginian, “ timpal Soraya. “Emangnya kita, bisa
noleh ke yang lain selama itu belum sreg banget,” tambahnya.
“ Idih
kita, kamu ajah kali,” protes Marinka kalem penuh senyum.
Ketiganya
kembali tergelak.
Pesanan
Soraya datang dan Stephani langsung mmencomot sepotong ayam panggang dari
mangkok dengan supitnya, tak peduli Soraya melotot.
Pembicaraan malam itu berlanjut
membahas tentang sosok bernama Yudha yang ternyata sejak semula naksir Soraya
dan berharap dia yang berpasangan dengan Soraya, bukan Samuel. Dan kenapa dia jadi
begitu pendiam saat Samuel selalu bercanda dengan Soraya. Dia takut sepupunya
itu juga naksir Soraya. Ternyata Samuel yang kenal pribadi Yudha yang
sebenarnya, dapat merasakan kekhawatiran itu dan akhirnya mereka ngobrol
terbuka tentang hal itu. Samuel juga yang memberitahu Yudha bahwa Soraya tidak
suka cowok perokok. Yang mengagetkan adalah, Yudha serius berhenti merokok demi
bisa mendekati Soraya.
“ Dia serius ya? “ Tanya Marinka
menatap sahabatnya.
“ Iya,” sahut Soraya balas
menatap.
“ Bagus. Sudah saatnya,” ujar
Marinka. “ Ikut seneng dengernya “
“ Hayaaah bakalan jadi pengiring
pengantin lagi ini judulnya,” Stephani memajukan bibir tipisnya, membuat
wajahnya menjadi lucu, membuat sahabat-sahabatnya tertawa melihatnya.
“ Nggak secepat itu juga kali,”
kata Soraya.
“ Nunggu apa lagi sih? “ Tanya
Stephani.
“ Ya nunggu dilamar lah, masa mau
nikah sendirian nggak ada pengantin prianya? “ Sahut Soraya sambil tergelak.
Marinka ikut tertawa.
“ Iya juga ya,” Stephani tertawa
sambil menepuk kepalanya sendiri.
“ Aku beruntung mempunyai
kalian,” kata Soraya sungguh-sungguh.
“ So pasti itu,” sambut Stephani,
nyengir.
“ Kita ikut bahagia kalo salah
satu dari kita bahagia, ikut sedih kalo salah satu dari kita sedih,” tambah
Marinka.
Persahabat mereka memang indah. Seperti
kasih yang tak berjarak dan berbatas. Sudah pasti ada cinta didalamnya, cinta
yang tulus dan tidak memikirkan diri sendiri. Mengetahui ada orang lain yang
mau susah dan senang bersama kita, membuat hidup ini lebih indah dan nyaman
untuk dijalani. Meskipun waktu yang berjalan akan membawa segala perubahan
kearah yang tidak pernah pasti dan tidak pernah bisa diprediksi dengan tepat. Cinta
dan kasih membuat segala yang sulit menjadi lebih mudah.
***
(Ras Al Khaimah, Nov 2013)